Penahkah kita menyadari, bahwa sebagai manusia secara fitrah kita adalah makhluk yang lemah, serba kurang, serba terbatas? Karenanya, secara fitri pula kita membutuhkan sesuatu yang mampu memenuhi segala kekurangan kita itu.
Dan secara rasional, tempat kita memohon tentulah bukanlah pada makhluk yang memiliki sifat yang sama: lemah, kurang, serba terbatas. Karenanya betapa bodoh mereka yang memohon pada hewan, api, matahari, patung-patung, atau sesama manusia. Kita memohon pada Rabb yang tidak terbatas, yang maha segalanya. Dialah Allah SWT. Rabb sesungguhnya.
Betapa beruntungnya siapa saja yang menjadi muslim. Sebab, mereka telah menemukan Rabb yang sangat senang mendengarkan dan mengabulkan permintaan. Rabb kita bukanlah “dewa” yang tuli, yang budek atas permintaan penyembahnya atau penguasa jagad yang angkuh, yang gemar mengkadali permohonan para pengikutnya. Pun, bukan zat yang haus darah, yang puas atas kebodohan pemujanya, lantaran memberi tumbal untuk setiap keinginan. Bukan, Rabb kita bukanlah tuhan murahan seperti itu. Rabb yang diagungkan umat Islam adalah Rabb yang pemurah dan maha penyayang. Saking pemurahnya, hewan melata pun diberi-Nya rizki. “Tiada seekor hewan melata pun dimuka bumi, melainkan ditanggung Allah rizkinya.” (QS Hud:6)
Maka, apa yang menghalangi kita untuk mengungkapkan kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan kita pada-Nya? Mengapa kita sungkan menengadahkan tangan, meminta dan berdoa pada Allah SWT? Mintalah kepada Allah, karena Allah senang jika diminta.”
Berdoa adalah permintaan seorang hamba kepada rabb-Nya. Selama tidak menyalahi hukum dan aturan-Nya, apa saja bisa kita minta. Keselamatan, ilmu yang bermanfaat, harta yang barakah, ampunan dosa, atau karier. Lewat doa, kita curhat kepada Allah SWT, mengadukan keterbatasan dan kelemahan kita menghadapi hidup yang kian keras.
Jika begitu, berarti doa adalah tanda mereka yang putus asa? Boleh-boleh saja Karl Marx berkata demikian. Toh, ia sendiri tak bisa mungkir kalau hidup manusia penuh ketergantungan. Pada orang lain, alam semesta, dan tentu saja pada Rabb-nya. Dengan tidak berdoa, berarti kita mengelabui kelemahan diri. Berjalan mendongakkan kepala. Padahal kaki kita terseok-seok. Allah SWT murka pada orang demikian,”Siapa yang tidak berdoa kepada Allah, niscaya ia akan murka kepadanya.” (HR. At-tirmidzi)
Dengan berdoa, berarti kita mengakui kelemahan diri di hadapan ilahi, pemilik jagad semesta ini. Hanya manusia yang sadar bahwa ia makhluk yang lemah yang mau memohon bantuan penciptanya. Mereka akan mudah mengangkat tangan tinggi-tinggi kehadirat Allah, berdoa dengan wajah memelas dan harap-harap cemas. Air mata mereka mengalir membasahi pipi dan bercucuran ke bumi tanda pasrah pada keputusan Rabb mereka.
Namun, kenyataannya tak banyak manusia seperti itu. Kebanyakan manusia mengklaim bahwa kekuatannya tak terbatas, dan bahwa tak ada yang tak mungkin bagi dirinya. Lalu, seperti Qarun-Qarun baru, mereka dengan congkak berkata,”Aku memperoleh semua (harta benda) ini berkat ilmu pengetahuanku sendiri.” Bergelimang dalam kemewahan dunia telah membutakan mata hatinya. Hingga lupa pada Allah SWT.”Tidakkah ia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelum mereka yang lebih kuat dan lebih banyak mengumpulkan (harta)?” (QS. Al-qashash: 78). Dan Qarun pun berakhir dengan tragis, ditelan bumi, lantaran Allah SWT. murka padanya.
Maka, janganlah bosan berdoa. Selama apa yang kita minta dan tata cara memintanya tidak menyalahi aturan-Nya. Insya Allah akan terkabul. Jika belum, bersabarlah, mungkin belum saatnya. Dan, bila tidak sesuai dengan keinginan, kita pun tak usah khawatir. Percayalah, Dia pasti menyediakan alternatif lain yang terbaik buat kita. bukankah Allah SWT. maha tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya? Lagi pula, doa adalah ibadah. Karenanya, kita takkan merugi. Sekecil apapun permintaan kita pada Allah SWT, akan diganjar pahala. Jadi, jangan pernah bosan untuk berdoa. Wallahua’lam bi as-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar