Kamis, 05 November 2009

TEORI HARAPAN

TEORI HARAPAN

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)
Sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Dalam pembahasan teori harapan selanjutnya akan dikemukakan teori harapan yang dikembangkan oleh Lawler berdasarkan pengembangan lebih lanjut dari model dari Porter-Lawler (1968), sebagaimana disajikan oleh Siegel & Lane (1982).
Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:
1. Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
2. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Indeks motivasi = jl {(E-P) x jml [(P-O)(V)]}
Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P (kemungkina besarnya upaya menyebabkan tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang aktual, komunikasi (informasi dan persepsi) dari orang lain. Misalnya P, unjuk-kerja yang diinginkan adalah nilai A untuk mata ujian psikologi Industri. Kepercayaan diri Anda besar akan kemampuan menguasai mata pelajaran ini. Pengalaman yang lampau bahwa jumlah 20 jam diperlukan mempelajari bahan mata ujian yang diperkirakan sama ‘beratnya’. Lama ujian dua jam, sama dengan mata ujian lainnya. Persepsi orang lain terhadap Anda ialah bahwa Anda mampu menguasai bahan Psikologi Industri. Anda mempunyai pilihan untuk mencapai nilai A, B atau C. Jika ingin mencapai nilai A, maka Anda akan menyediakan waktu belajar selama 20 jam untuk mempelajari bahan Psikologi Industri.
Besar kecilnya harapan P-O (sebesar apa kemungkinannya untuk mendapatkan berbagai hasil-keluaran jika mencapai unjuk-kerja tertentu) juga ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: pengalaman yang lalu dalam situasi yang serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal dalam melawan eksternal, harapan-harapan E-P, situasi aktual dan komunikasi dari orang lain. Tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan tidak menyebabkan adanya kebutuhan yang dipenuhi. Tetapi dengan tercapainya unjuk-kerja tersebut akan terkait kemungkinan diperolehnya hasil-keluaran yang memenuhi atau gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Misalnya dengan dicapainya nilai A untuk Psikologi Industri diharapkan akan diperoleh kepercayaan yang lebih besar dari orang lain (hasil keluaran yang positif), iri hati dari rekan-rekan seangkatan (hasil-keluaran yang negatif), peningkatan kemudahan dan kelancaran dalam studi, penambahan teman untuk belajar bersama, makin besar kemungkina untuk memperoleh promosi jabatan, dan sebagainya.
Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan Anda terhadap berbagai hasil-keluaran. Hasil-keluaran adalah positif, jika Anda lebih ingin mencapainya, negatif jika Anda tidak ingin mencapainya, dan netral, jika Anda tidak mempedulikan hasil-keluarannya. Harkat diungkapkan dalam angka dan berkisar antara +1 samapai -1. misalnya mendapat promosi jabatan mendapat harkat +0,9, sedangkan menimbulkan iri hati pada rekan seangkatan mungkin harkatnya -0,5. Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu
• harapan (expentancy)
• Nilai (Valence)
• pertautan (Inatrumentality)
• Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
• Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
• Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua


SUMBER : LILIS AISYAH PRATIWI
AKHMAD SUDRAJAT, M.Pd.
RAMKUR